Manuver Parpol

  • Bagikan
Ema Husain Sofyan

RAKYATSULSEL - Manuver Partai Politik (Parpol) menjelang Pilpres 2024 mendatang semakin intens. Parpol mulai bergerilya melakukan pertemuan sana sini, guna menghadapi hajatan Pemilu dan Pilpres. Awalnya Golkar bersama PPP dan PAN membentuk poros Koalisi Indonesia bersatu (KIB). Dari segi jumlah kursi untuk mendukung Calon Presiden sudah lebih dari cukup. Selanjutnya manuver dari PKB tidak mau kalah dengan pergerakan yang gesit dengan menggagas koalisi semut merah bersama dengan PKS, namun ternyata tidak beberapa lama, PKB berkoalisi dengan Gerindra membentuk Partai Kebangkitan Indonesia Raya. Tentu saja sah-sah saja manuver yang dilakukan para petinggi Parpol.

Dengan melihat komposisi dan perolehan Suara parpol hasil pemilu 2019, sebagai syarat untuk mengusung Capres, maka empat calon dimungkinkan sebagai kontestan Pilpres. Yaitu PDIP sebagai Parpol yang berhak untuk mengusung pasangan calon tanpa berkoalisi, sebab memiliki 128 kursi setara dengan 22,26%. Selanjutnya KIB yang telah terbentuk dapat dipastikan punya hak untuk mengusung capres,dengan total kursi 148 atau setara dengan 25,73%. Kemudian Gerindra berkoalisi dengan PKB mampu meraup 136 kursi atau 23,66% dan koalisi terakhir yang tersisa adalah PKS dengan Demokrat, tapi masih belum mencukupi 20%. Kecuali jika Nasdem bergabung maka dapat dipastikan akan dapat menjadi 4 calon.

Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah, apakah PDIP masih tetap ingin mencalonkan pasangan sendiri, dengan mengabaikan Ganjar sebagai kader PDIP dan pemilik elektabilitas tertinggi, ataukah PDIP akan mengubah sikap menjelang masa pendaftaran dengan merangkul Ganjar. Jika scenario tersebut berjalan, maka kontestan Pilpres berkurang menjadi 3 calon. Tentu saja ketiuga nama calon adalah hasil survey yang mengemuka dari berbagai lembaga survey yang mengerucutkan pada tiga nama, yaitu Ganjar, Prabowo dan Anies.

Tentu saja wacana tiga nama (tiga calon) belum final. Sebab elektabilitas semata bukan jaminan seseorang bakal calon akan menjadi calon. Sebab Parpol menjadi satu-satunya tiket untuk bisa menjadi calon presiden dan wakil presiden. Dari ketiga nama calon hanya Prabowo ketum gerindra yang jelas punya kendaraan, sekalipun belum mencukupi, tapi hanya merangkul satu Parpol kelas menengah untuk bisa menjadi capres.

Sehingga kesimpulan sementara masih sangat cair untuk bisa menentukan berapa capres yang akan bertarung. Bahkan skenario head to head seperti pengalaman Pilpres 2014 dan 2019 yang lalu bisa saja kembali terulang. Dengan catatan Gerindra berkoalisi dengan PDIP dengan mencalonkan Prabowo dengan Puan. Sehingga tersisa KIB, Koalisi PKS dengan Demokrat, hingga menyisakan Nasdem dan PKB yang jika bersatu maka akan mampu mengusung pasangan calon. Beda halnya dengan Demokrat dan PKS yang masih belum mencukupi. Tapi melihat maneuver Jokowi yang sudah merangkul beberapa Parpol masuk dalam kabinet, maka PKB sulit untuk bergabung dengan koalisi Demokrat dengan PKS. Demikian pula jika melihat hasil rakernas Nasdem yang masih ngambang dalam menentukan siapa calon yang akan diusungnya, maka kemungkinan Parpol yang masih belum mencukupi untuk mengusung Capres sendiri akan bergabung dengan koalisi PDIP-Gerindra atau dengan KIB. Kalau calon Gerindra dan PDIP sudah jelas, maka dari KIB bisa saja Ganjar atau Anies yang diusung untuk menghadapi PDIP-Gerindra. Kemungkinan kedua head to head adalah PDIP kembali merangkul Ganjar sebagai pemilik elektabilitas tertinggi, maka otomatis Prabowo akan berkoalisi dengan Demokrat dan PKS, sementara KIB bersama nasdem dan PKB sebagai koalisi pemerintah akan bergabung dengan PDIP. Bahkan rumor yang berkembang diduga KIB adalah kendaraan alternative yang digagas Jokowi untuk kendaraan Ganjar, jika PDIP tetap tidak melirik Ganjar.

Apapun prediksi dan analisa lembaga survey dan pengamat, semuanya masih sangat cair untuk bisa mengotak atik siapa capres mendatang. (**)

Penulis : Ema Husain Sofyan (Aktivis Perempuan)

  • Bagikan